May 02, 2014

TUGAS MAKALAH PEMASARAN

Analisis Efisiensi dan Permasalahan Pemasaran Belimbing Dewa

BAB I
PENDAHULAN
A. Latar Belakang

Sektor pertanian di perkotaan memiliki keunggulan spesifik dan sangatprospektif, karena jaminan pangsa pasar, dan permintaan akan produk pertanian segar dan olahan sangat beragam. Hortikultura merupakan salah satu sub sector pertanian yang mampu meningkatkan sumber pendapatan petani dan pemulihan ekonomi pertanian. Hal ini terbukti ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1998, sub sektor hortikultura menjadi salah satu penyumbang devisa negara yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang positif. Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mengalami perkembangan pesat. Hal ini disebabkan karena laju pertumbuhan penduduk dan semakin banyaknya masyarakat yang menyadari pentingnya kecukupan gizi yang berasal dari buah-buahan (Dinas Pertanian, 2006). Buah-buahan memberikan konstribusi terbesar setiap tahunnya terhadap volume ekspor komoditas hortikultura seperti tanaman hias, sayuran dan aneka tanaman lainnya. Hal ini dapat dilihat dari volume ekspor komoditi holtukultura tahun 2003-2006.
Tabel 1. Volume Ekspor Komoditi Hortikultura Indonesia Tahun 2003 - 2006
Komoditi 2003 2004 2005 2006 Laju (%/th)
Ton % Ton % Ton % Ton % Ton %
Tanaman Hias 14.671 4,32 15.427 4,29 16.939 4,26 16.183 3,83 3,49 -0,46
Sayuran 133.042 39,16 114.855 31,96 112.708 28,34 130.556 30,82 0,09 -9,90
Buah-buahan 189.254 55,70 225.367 62,72 262.358 65,97 272.297 64,28 13,09 5,92
Aneka Tanaman 2.774 0,82 3.668 1,03 5.639 1,30 4.548 1,07 22,20 17,27
Jumlah 339.741 100 359.317 100 397.644 100 423.584 100
Berdasarkan Tabel 1, pada tahun 2003-2006 buah-buahan memberikan konstribusi berturut-turut sebesar 55,70 persen, 62,72 persen, 64,28 persen dan 65,97 persen terhadap volume ekspor komoditi hortikultura Indonesia. Laju pertumbuhan ekspor buah-buahan Indonesia dari tahun 2003-2006 adalah sebesar 13,09 persen. Semakin meningkatnya volume ekspor tersebut didukung oleh semakin meningkatnya jumlah produksi buah-buahan Indonesia.
Belimbing manis merupakan salah satu buah unggulan nasional yang memberikan konstribusi sebesar 0,43 persen terhadap produksi buah nasional pada tahun 2006 (Lampiran 1). Walaupun nilai konstribusinya rendah terhadap produksi nasional, namun buah yang biasa disebut star fruit merupakan satusatunya buah lokal yang harganya hampir menyamai buah-buahan impor. Buah belimbing juga digunakan untuk pencegahan berbagai macam penyakit, antara lain bermanfaat dalam menurunkan tekanan darah, memperlancar pencernaan, menurunkan kolesterol, dan dapat digunakan sebagai anti oksidan yang berfungsi mencegah penyebaran sel kanker (Subdit teknologi pengolahan hasil holtikultura BPPHP Departemen Pertanian, 2006). Permintaan belimbing manis setiap tahun semakin meningkat. Peningkatan permintaan tersebut sebesar 6,5 persen per tahun (2002-2005)1. Hal ini menunjukkan belimbing memiliki potensi untuk dikembangkan di Indonesia.
Laju pertumbuhan luas panen belimbing di Indonesia dalam kurun waktu tiga tahun (2004-2006) mengalami pertumbuhan sebesar 3,93 persen dan laju pertumbuhan produktivitas sebesar 7,29 persen. Berikut mengenai jumlah tanaman produktif, luas panen dan produktivitas belimbing manis di Indonesia.
Tabel 2. Jumlah Tanaman Produktif, Luas Panen, dan Produktivitas Belimbing Manis di Indonesia Tahun 2004 - 2006
Tahun Tanaman yang menghasilkan (Pohon/rumpun) Luas panen (Ha) Produktivitas (Ton/Ha)
2004 815.917,00 2.718,00 28,74
2005 764.532,00 2.548,00 25,88
2006 776.964,00 2.590,00 27,14
Laju (%/thn) 3,95 3,93 7,29
Berdasarkan Tebel 2 bahwa selama tiga tahun terakhir di Indonesia mengalami pertumbuhan tanaman belimbing sebesar 3,95 persen, luas panen belimbing mengalami pertumbuhan sebesar 3,93 persen dan produktivitas mengalami pertumbuhan sebesar 7,29 persen. Hal ini dipengaruhi oleh teknik pengolahan baik pengolahan awal maupun pasca panen, cuaca dan sebagainya. Salah satu sentra produksi belimbing manis terdapat di Propinsi Jawa Barat. Jawa Barat merupakan penghasil belimbing terbesar ke tiga setelah Jawa Tengah pada tahun 2006, dengan nilai konstribusi sebesar 15,47 persen terhadap produksi belimbing nasional (Lampiran 2). Salah satu Kotamadya yang terdapat di Jawa Barat yang memproduksi belimbing manis dalam jumlah yang cukup banyak adalah Kota Depok. Hal ini dapat dilihat dari jumlah produksi belimbing manis Kota Depok terbesar se-Jawa Barat pada tahun 2005 sebesar 42.095 Kw atau sebesar 38,26 persen, dan pada tahun 2006 sebesar 40.473 Kw atau sebesar 37,21 persen dari total produksi belimbing manis di Propinsi Jawa Barat Produksi Belimbing Dewa tersebar di enam kecamatan Kota Depok dengan penyebaran yang tidak merata. Tiga kecamatan yang memiliki luas areal dan populasi tanaman belimbing yang tinggi adalah Kecamatan Pancoran Mas, Cimanggis dan Sawangan. Pancoran Mas merupakan sentra utama yang memproduksi belimbing dalam jumlah yang cukup besar. Kelurahan yang menjadi sentra utama produksi Belimbing Dewa di Kecamatan Pancoran Mas adalah Mampang, Pancoran Mas, Rangkapan Jaya Baru, dan Cipayung.
B. Rumusan Masalah
Salah satu program pertanian yang sedang diupayakan dapat mengangkat dunia pertanian Kota Depok sekaligus dapat dijadikan icon kota adalah Program Pengembangan Buah Belimbing dengan varietas Dewa. Perencanaan program ini sendiri telah dilakukan sejak tahun 2006, yang melibatkan seluruh “stake holder “ belimbing Kota Depok. Perencanaan ini meliputi seluruh aspek kerja pengelolaan belimbing, mulai dari pembinaan petani, penelitian pembudidayaan sampai dengan pemasaran hasil produksi belimbing dari petani. Hingga saat ini pemerintah Kota Depok telah melakukan pembinaan 650 petani belimbing yang tergabung dalam 25 kelompok tani yang tersebar di enam kecamatan Kota Depok. Petani-petani belimbing ini telah diberikan pembekalanpembekalan tata cara pembudidayaan belimbing dengan varietas Dewa. Dan dari sektor pemasaran, Pemerintah Kota Depok telah memfasilitasi terbentuknya Pusat Koperasi Pemasaran Buah dan Olahan Belimbing Dewa atau yang dikenal dengan Puskop yang bertugas memasarkan hasil buah dan olahan petani belimbing Kota Depok.
Dari uraian diatas maka dapat ditentukan beberapa rumusan permasalahan yakni :
1. Bagaimanakah saluran dan fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran Belimbing Dewa di Kecamatan Pancoran Mas?
2. Bagaimana struktur dan perilaku pasar Belimbing Dewa di Kecamatan Pancoran Mas?
3. Bagaimana efisiensi pemasaran Belimbing Dewa yang terjadi di Kecamatan Pancoran Mas?
4. Apa saja kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam pemasaran belimbing dewa ?
C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang dihadapi, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Menganalisis saluran pemasaran dan fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran komoditas belimbing manis di Kota Depok.
2. Menganalisis struktur dan perilaku pasar belimbing manis di Kota Depok.
3. Menganalisis efisiensi pemasaran Belimbing Dewa untuk menentukan alternatif saluran pemasaran Belimbing Dewa.
4. Menganalisis kendala dan permasalahan dalam pemasaran Belimbing Dewa.
D. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai pihak yang berkepentingan seperti :
1. Petani dan lembaga pemasaran sebagai bahan informasi dalam proses pemasaran belimbing.
2. Pemerintah sebagai bahan masukan bagi penetapan kebijakan terutama untuk meningkatkan efisiensi pemasaran belimbing.
3. Peneliti untuk menerapkan teori yang telah didapat untuk menganalisa permasalahan yang ada dalam masyarakat dan memberikan alternative pemecahannya.
4. Pihak lain sebagai bahan masukan dan kelanjutan bagi penelitian berikutnya.
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini di laksanakan di Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kota Depok merupakan salah satu sentra produksi belimbing di Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2008.
B. Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani dan pedagang yang disertai dengan panduan kuesioner yang dipersiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder diperoleh dari internet.
C. Metode Pengambilan Sampel
Petani di Kecamatan Pancoran Mas berjumlah 204 orang yang terdiri dari sembilan kelompok tani. Jumlah sampel petani adalah sebanyak 20 persen atau sebanyak 40 orang dari total petani di Kecamatan Pancoran Mas yang dipilih secara proporsional dari tiga kelompok tani yang beranggotakan paling banyak diantara kelompok tani yang lain. Responden petani bersifat homogen yang dilihat dari luas areal, proses budidaya, memanen, biaya usaha tani, dan teknologi yang digunakan relatif sama, sehingga semua populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel. Petani responden dalam penelitian ini dipilih secara simple random sampling dengan maksud agar suatu sampel representative yaitu memberi kemungkinan bagi tiap unsur untuk dipilih sebagai sampel.
Cara menarik sampel petani dilakukan dengan menggunakan tabel angka random. Lembaga pemasaran dipilih dengan teknik snowball sampling mengikuti alur saluran pemasaran belimbing dari petani sampai ke tingkat pedagang pengecer. Jumlah responden tengkulak sebanyak tiga orang, pedagang besar sebanyak dua orang dan tiga orang pedagang pengecer.
D. Metode Analisi Data
Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif, untuk data kuantitatif pengolahan datanya dilakukan dengan menggunakan kalkulator dan komputer (software Microsoft Excel). Sebelum dilakukan pengolahan data terlebih dahulu dilakukan proses editing. Editing merupakan kegiatan untuk memperbaiki kualitas data mentah yang di dapat dari hasil wawancara dengan petani. Setelah data diedit dan diolah kemudian dilakukan analisis data. Sedangkan untuk data kualitatif, pengolahan datanya dilakukan secara deskriptif. Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah meliputi, analisis sistem usahatani, analisis pendapatan usahatani, analisis kelayakan usahatani serta analisis pemasaran.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Produk
Belimbing manis segar ( Averrhoa Carambola L) adalah buah dari tanaman belimbing dalam tingkat optimal , utuh, segar, aman bagi manusia dan bebas dari obat-obatan dan pestisida (SNI 01-4491-1998). Klasifikasi buah belimbing manis segar berdasarkan berat buah untuk masing-masing varietas digolongkan dalam tiga jenis yaitu kelas A dengan berat kurang dari sama dengan 250 gr/buah, kelas B dengan berat 200-250 gr/buah, dan kelas C dengan berat kurang dari 200 gr/buah. Berdasarkan kriteria buah belimbing segar untuk masing-masing varietas digolongkan ke dalam dua jenis mutu, yaitu mutu I dan mutu II.
Tabel 3. Persyaratan mutu buah Belimbing segar menurut Standar Nasional Indonesia Tahun 1998.
Jenis Uji / Komponen Mutu Jenis Mutu
Mutu I (%) Mutu II (%)
Keseragaman Varietas Seragam Seragam
Keseragaman dan berat 100 75 - 90
Keseragaman tingkat kesegaran 100 75 - 90
Keseragaman tingkat ketuaan buah 100 75 - 90
Cacat dan busuk 0 0 - 5
Kadar kotoran 0 2
Serangga hidup dan mati Ada atau tidak ada Ada atau tidak ada
Organisme pengganggu tumbuhan 0 0
Keseragaman varietas adalah keseragaman kenampakan buah belimbing manis segar dari varietas tertentu yang ditandai dengan tingkat kesegaran, tingkat ketuaan, buah cacat, kotoran, keseragaman berat, serangga hidup atau mati. Belimbing manis adalah salah satu jenis buah tropika yang sangat digemari konsumen berasal dari kawasan di Malaysia yang kemudian menyebar luas ke berbagai negara yang beriklim tropis lainnya termasuk Indonesia. Di kawasan Amerika buah belimbing dikenal dengan sebutan star fruits dan jenis belimbing yang populer dan digemari masyarakat adalah belimbing Florida (Sunarjoyo dalam Husen, 2006). Varietas unggul belimbing manis segar antara lain Varietas Demak Kapur, Demak Kunir, Penang, Dewi Murni, Dewa Baru, Bangkok, Sembiring, Fhilipina, Wulan, dan Paris. Berikut varietas dan karakteristik belimbing manis segar yang terdapat di Indonesia. Varietas belimbing yang banyak dikembangkan di Kota Depok adalah varietas Dewa Baru. Target mutu yang diharapkan dicapai dari penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) Belimbing Kota Depok dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Target mutu yang di harapkan dicapai dari penerapan SOP Belimbing Dewa Kota Depok Tahun 2007.
No. Umur Pohon (tahun) Produktivitas (buah/pohon/tahun) Panen (kali/tahun)
1. 2 - 4 500 3
2. 5 - 9 500 - 1200 3
3. 10 - 15 1201 - 2000 3
4. >15 >2000 3
Waktu panen belimbing Kota Depok terjadi tiga kali dalam setahun, yaitu terjadi pada bulan Januari-Februari, Mei-Juni, September-Oktober. Biasanya panen raya jatuh pada bulan Februari. Kapasitas produksi belimbing jika diterapkan budidaya sesuai dengan SOP diharapkan produktivitas per pohon dapat mencapai 300 Kg per tahun. Idealnya dalam satu hektar lahan jika dihitung jarak tanam 6 m x 6 m sesuai SOP maka tanaman belimbing bisa mencapai 272 pohon.
B. Analisis Efisiensi Pemasaran Belimbing Dewa
Sistem pemasaran Belimbing Dewa melibatkan beberapa pelaku pemasaran yaitu : (1) petani; (2) pedagang pengumpul desa (tengkulak); (3) Pusat Koperasi belimbing; (4) pedagang besar; (5) supplier pasar moderen; (6) pedagang pengecer. Saluran pemasaran belimbing dewa dapat dilihat pada Gambar berikut :
Saluran pemasaran Belimbing Dewa di Kecamatan Pancoran Mas
clip_image002
Keterangan :
clip_image004
Petani belimbing di Kecamatan Pancoran Mas yang menjual belimbing melalui tengkulak yaitu sebanyak 52,5 persen dari total petani responden, dengan volume penjualan sebanyak 57.600 Kg. Petani yang menjual langsung ke pedagang pengecer hanya 7,5 persen dengan volume penjualan sebanyak 4.800Kg dan sebanyak 40 persen dari total petani responden menjual belimbing ke Puskop dengan volume penjualan sebanyak 83.200 Kg. Volume penjualan petani lebih banyak ke Puskop dari pada ke tengkulak dikarenakan terdapat dua orang petani responden yang memiliki luas lahan lebih dari satu hektar yang menjual hasil panennya ke Puskop. Berdasarkan Gambar 3, saluran pemasaran belimbing dewa terdiri dari 5 saluran pemasaran yaitu :
Ø Saluran pemasaran 1 : Petani – Tengkulak – Pedagang Besar – Pedagang Pengecer – Konsumen
Ø Saluran pemasaran 2 : Petani – Tengkulak – Pedagang Besar – Supplier – Pedagang Pengecer (swalayan) – Konsumen
Ø Saluran pemasaran 3 : Petani – Pedagang Pengecer (toko buah dan pasar tradisional) – Konsumen
Ø Saluran pemasaran 4 : Petani – Pusat Koperasi Belimbing – Pedagang Pengecer (toko buah) – Konsumen
Ø Saluran pemasaran 5 : Petani – Pusat Koperasi Belimbing – Supplier – Pedagang Pengecer (swalayan) – Konsumen
Hasil pengamatan yang terjadi di daerah penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar petani menjual belimbing ke tengkulak, hanya sebagian kecil saja dari petani belimbing yang menjual langsung kepada koperasi dan pedagang pengecer (toko buah dan pasar tradisional). Hal ini dikarenakan petani memiliki keterikatan yang kuat dengan tengkulak. Umumnya tempat tinggal petani dan tengkulak berada dalam satu wilayah, sebagian petani juga biasa meminjam. sejumlah uang kepada tengkulak sebagai modal dalam usaha tani belimbing.
C. Analisis Fungsi dan Lembaga Pemasaran
Analisis fungsi pemasaran menunjukkan kegiatan yamg dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran dalam menyalurkan komoditas belimbing. Fungsi pemasaran diperlukan dalam kegiatan pemasaran untuk memperlancar pendistribusian belimbing dari setiap lembaga yang terlibat. Fungsi-fungsi pemasaran terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas.
o Petani
Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petani Belimbing Dewa di Kecamatan Pancoran Mas meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan adalah fungsi penjualan. Petani responden di Kecamatan Pancoran Mas menjual belimbing ke tengkulak sebanyak 21 orang atau 52,5 persen dari total petani responden. Petani yang menjual belimbing langsung ke pedagang pengecer sebanyak tiga orang atau 7,5 persen dari total petani responden. Sedangkan petani yang langsung menjual ke Puskop sebanyak 16 orang atau 40 persen dari total petani responden. Penjualan belimbing umumnya dilakukan di kebun petani. Petani yang menjual ke tengkulak umumnya harga jual ditentukan oleh tengkulak. Tengkulak umumnya adalah pelanggan tetap petani, dimana petani telah memiliki keterkaitan yang cukup kuat seperti peminjaman modal dari tengkulak. Sistem pembayaran dari hasil penjualan oleh tengkulak dibayar berangsur dalam tempo satu minggu dengan 2-3 kali pembayaran. Petani yang menjual belimbing ke pedagang pengecer, harga jual ditentukan oleh pedagang pengecer dengan system pembayaran dilakukan secara tunai. Sedangkan petani yang menjual belimbing ke Puskop harga jual berdasarkan kesepakatan bersama dalam rapat anggota yang biasa dilakukan seminggu sekali. Petani sudah melakukan sortasi dan grading di kebun mereka, namun setelah di Puskop akan di cek ulang. Pembayaran dilakukan secara tunai oleh koperasi, yaitu setelah Puskop melakukan grading, petani kemudian akan diberikan faktur penjualan yang berisi berapa jumlah belimbing masing-masing grade dan faktor koreksi grade (yang dilakukan oleh petani dengan yang dilakukan Puskop) yang pada akhirnya akan menentukan berapa jumlah uang yang diterima petani.
Fungsi fisik yang dilakukan petani meliputi pengangkutan dan pengemasan. Fungsi pengangkutan dan pengemasan hanya dilakukan oleh petani yang menjual langsung belimbing ke pedagang pengecer. Umumnya petani memiliki motor sebagai alat angkut belimbing. Pengemasan dilakukan secara sederhana yaitu dengan keranjang besar yang dilapisi koran dan daun pisang.
Fungsi fasilitas yang dilakukan petani meliputi sortasi, pembiayaan, penanggungan resiko dan informasi pasar. Sortasi dilakukan petani di kebun, baik yang menjual ke tengkulak, pedagang pengecer maupun ke Puskop. Penjualan ke tengkulak dan pedagang pengecer maka sortasi yang dilakukan sebatas pengelompokkan berdasarkan ukuran belimbing (besar, kecil, sedang). Penyortiran umumnya dilakukan oleh petani dan tenaga kerja harian, juga dibantu oleh tenaga kerja yang dibawa tengkulak. Penjulan ke Puskop maka sortasi berdasarkan ukuran, bentuk, kematangan buah dan berat., penyortiran umumnya dilakukan bersama-sama antara petani, tenaga kerja harian, dan pegawai Puskop yang mendatangi kebun. Pembiayaan yang dilakukan petani diantaranya penyediaan modal untuk kegiatan produksi. Biaya produksi yang dikeluarkan petani digunakan untuk penyediaan sarana produksi seperti bibit, pupuk, mulsa, karbon, pestisida, dan alat-alat pertanian. Besarnya biaya produksi yang dikeluarkan petani berkisar antara Rp 30.000 sampai dengan Rp 3.560.000. Petani yang menjual belimbing ke puskop dan tengkulak tidak mengeluarkan biaya pemasaran karena ditanggung oleh ke dua lembaga tersebut. Fungsi penanggungan resiko hanya dilakukan oleh petani yang menjual langsung ke pedagang eceran, penanggungan resiko yang dialami petani berupa penurunan harga dan kerusakan buah yang berakibat pada pengurangan hasil penjualan. Petani yang menjual hasilnya pada tengkulak hanya mendapat informasi pasar dari tengkulak dan rekan sesama petani, sementara yang menjual langsung ke Puskop akan dengan mudah mengakses informasi pasar, karena ada bagian yang menangani khusus mengenani informasi pasar yaitu koordinator wilayah yang akan survey langsung ke pasar, sehingga petani dapat membuat strategi dan jaringan pasar.
o Pedagang Pengumpul (Tengkulak)
Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh tengkulak adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan berupa fungsi pembelian dan penjualan. Tengkulak yang diambil sampel sebanyak tiga orang, dua dari tiga orang tengkulak juga sebagai petani belimbing yang berada satu wilayah dengan petani responden. Tengkulak melakukan pembelian belimbing langsung di kebun petani. Harga pembelian ditentukan oleh tengkulak. Pada saat panen, tengkulak akan datang bersama dengan buruh yang dimilikinya yang bertugas bersama dengan petani untuk melakukan pemetikan buah, penyortiran, pengangkutan dan pengepakan. Sistem pembayaran yang dilakukan secara berangsur, dibayarkan sebagian dan sisanya dibayarkan pada panen berikutnya. Setelah itu tengkulak melakukan penjualan belimbing ke pedagang besar di Pasar Induk Keramat Jati dan Pasar Minggu. Dari tiga responden hanya satu yang memiliki mobil bak terbuka untuk mengangkut belimbing, yang lainnya menyewa kendaraan bak
terbuka bersama tengkulak lainnya untuk menghemat biaya pengangkutan. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh tengkulak dan lembaga lainnya yang terlibat dalam pemasaran belimbing dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Fungsi-fungsi pemasaran dari lembaga pemasaran komoditas Belimbing Dewa.
Lembaga Pemasaran Fungsi Pemasaran Aktivitas
Petani Fungsi Pertukaran Penjualan
Fungsi Fisik Pengangkutan dan Pengemasan
Fungsi Fasilitas Sortasi, pembiayaan, penanggungan resiko, dan informasi pasar
Tengkulak Fungsi Pertukaran Pembelian dan penjulan
Fungsi Fisik Pengangkutan dan pengemasan
Fungsi Fasilitas Pembiayaan dan informasi pasar
Puskop Fungsi Pertukaran Pembelian dan penjualan
Fungsi Fisik Pengangkutan dan pengemasan
Fungsi Fasilitas Standarisasi dan grading, pembiayaan, penanggungan resiko dan informasi pasar
Pedagang Besar Fungsi Pertukaran Pembelian dan penjualan
Fungsi Fisik Pengangkutan, pengemasan, dan penyimpanan
Fungsi Fasilitas Standarisasi dan grading, pembiayaan, penanggungan resiko dan informasi pasar
Supplier Fungsi Pertukaran Pembelian dan penjualan
Fungsi Fisik Pengangkutan dan penyimpanan
Fungsi Fasilitas Standarisasi dan grading, pembiayaan, penanggungan resiko dan informasi pasar
Pedagang Pengecer Fungsi Pertukaran Pembelian dan penjualan
Fungsi Fisik Pengangkutan dan pengemasan
Fungsi Fasilitas Standarisasi dan grading, pembiayaan, penanggungan resiko dan informasi pasar
Fungsi fisik yang dilakukan tengkulak berupa pengangkutan dan pengemasan. Pengangkutan belimbing dari kebun petani menuju ke pedagang besar. Biaya pengangkutan akan ditanggung oleh tengkulak Pengemasan yang dilakukan yaitu menggunakan keranjang bambu berdiameter setengah meter dengan muatan berkapasitas 25-30 Kg atau sekitar 150-200 buah belimbing. kerandang tersebut didalamnya dilapisi koran dan daun pisang. Selain dengan keranjang bambu, ada pula yang menggunakan keranjang plastik. Fungsi fasilitas berupa pembiayaan dan informasi pasar. Pembiayaan yang dilakukan berupa peminjaman modal usaha petani, biaya pengemasan, biaya sortasi, dan pengangkutan. Informasi pasar yang dilakukan tengkulak adalah mengetahui harga yang terjadi di tingkat pedagang besar dan pengecer serta mencari petani yang siap panen.
o Pusat Koperasi Belimbing Dewa
Pemerintah Kota Depok telah memfasilitasi terbentuknya Pusat Koperasi Pemasaran Buah dan Olahan Belimbing Dewa atau yang disingkat PKPBDD atau biasa disebut dengan Puskop yang bertugas memasarkan hasil buah dan olahan petani belimbing Kota Depok. Pembentukkan Puskop dilakukan pada saat yang sangat tepat, yaitu pada Januari 2008, saat bulan tersebut terjadi panen raya belimbing yang hanya terjadi setiap 2-3 tahun sekali. Sehingga Puskop dapat langsung berperan dalam upaya mengakomodasi pemasaran hasil
petani belimbing, yang selama ini sangat tergantung kepada para tengkulak dari sisi pemasarannya. Saat panen raya belimbing hanya dihargai tengkulak Rp500/buah, sehingga harganya pun sangat tidak menguntungkan bagi petani. Hingga awal Februari 2008, Puskop telah menerima hasil produksi belimbing petani sebanyak 80 ton. Saat ini Puskop sedang berupaya mengembangkan kerjasama dengan pasar-pasar potensial belimbing, baik pasarpasar tradisional maupun pasar-pasar modern. Puskop sebagai lembaga yang diharapkan mampu mengatasi fluktuasi harga belimbing, sehingga akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani belimbing.
Fungsi pemasaran yang dilakukan Puskop adalah fungsi pertukaran meliputi pembelian dan penjualan, fungsi fisik meliputi pengangkutan dan pengemasan, serta fungsi fasilitas meliputi standarisasi, pembiayaan, penanggungan resiko dan informasi pasar. Puskop membeli langsung belimbing dari kebun petani yang diangkut dengan mobil pendingin. Di kebun sortasi dan grading sudah dilakukan namun grading di cek ulang di koperasi. Petani kemudian akan diberikan faktur penjualan yang berisi berapa jumlah belimbing masing-masing grade dan faktor koreksi grade (yang dilakukan oleh petani dengan yang dilakukan Puskop) yang pada akhirnya akan menentukan berapa jumlah uang yang diterima petani. Pada hari yang sama Puskop membawanya ke supplier (gudang pasar moderen) dan pedagang pengecer (toko-toko buah) disekitar Jabodetabek, sampai saat ini ada 25 toko buah yang menjadi konsumen koperasi. Beberapa pasar modern yang telah melakukan kerjasama dengan Puskop antara lain adalah Carrefour, SuperIndo, Alfamart (olahan-dalam proses). Pengangkutan belimbing dari kebun petani ke Puskop hingga ke supplier dan pedagang pengecer menggunakan mobil box berpendingin yang tertutup. Biaya pengangkutan ditanggung oleh Puskop.
Pengemasan dilakukan di Puskop, sebanyak 3-6 buah belimbing dikemas dengan menggunakan kertas wrapping, kemudian ditata di dalam kardus dengan muatan 10 Kg. Kardus tersebut merupakan kardus tahan air dan kelembaban tinggi serta tidak mudah rusak. Pengemasan seperti ini diperlukan agar tidak berganti-ganti kemasan di setiap lembaga pemasaran yang hanya akan menambah biaya. Fungsi fasilitas yang dilakukan antara lain adalah standarisasi, sortasi dan grading. Standarisasi berdasarkan berat dan bentuk. Sebelum belimbing dewa dipasarkan, belimbing dibagi ke dalam tiga kelas : grade A berbobot diatas 250, 126 gram dibeli dari petani dengan harga Rp 6.000-Rp7.000/Kg dan di jual dengan harga Rp 9.000/Kg; grade B berbobot 150-250 gram, dibeli dari petani dengan harga Rp 5.000-Rp.6.000/Kg dan dijual oleh Puskop seharga Rp8.000/Kg dan ; grade C kurang dari 150 gram atau buah cacat dibeli dengan harga Rp 4.000/Kg dan dijual dengan harga Rp 5.000/Kg. Grade A dan B ditujukan untuk swalayanswalayan dan toko-toko buah, sedangkan grade C ditujukan untuk produksi belimbing olahan seperti sirup, selai dan keripik. Pengemasan adalah Rp500/kemasan. Fungsi pembiayaan dilakukan koperasi meliputi biaya pengangkutan, pengemasan, bonkar muat, serta sortasi dan Grading. Penanggungan resiko dilakukan Puskop apabila ada barang yang rusak atau tidak
sesuai selera sehingga dikembalikan oleh supplier maupun toko buah. Belimbing yang dikembalikan dimanfaatkan oleh Puskop dengan dijual pada mitra UKM Puskop untuk diolah menjadi sirup, selai dan produk olahan lainnya dari belimbing. Informasi pasar yang diperlukan Puskop adalah harga di pasar, selera konsumen (supplier dan toko-toko buah), pengembangan produk olahan belimbing.
o Pedagang Besar
Fungsi pemasaran yang dilakukan pedagang besar adalah fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa pengangkutan, pengemasan dan penyimpanan, serta fungsi fasilitas berupa standarisasi, pembiayaan, penanggungan resiko dan informasi pasar. Pedagang besar yang diwawancarai adalah dua orang masing-masing dari Pasar Induk Kramat Jati dan Pasar Minggu. Pedagang besar yang membeli belimbing ke tengkulak umumnya sudah menjadi pelanggan tetap.
Fungsi pengangkutan dan pengemasan hanya dilakukan pedagang besar yang menjual belimbing ke supplier, sehingga biaya pengangkutan ditanggungoleh pedagang besar. Pengemasan buah belimbing menggunakan stereofoam dan plastik wrapping dengan biaya per kemasan Rp 500. Pedagang besar melakukan fungsi penyimpanan belimbing dalam waktu satu hari dikarenakan belimbing adalah buah rentan rusak terutama dibagian pinggir buah yang dapat menimbulkan warna kecoklatan bila tergores sedikit.
Fungsi standarisasi dilakukan oleh pedagang besar yaitu dengan membagi belimbing ke dalam tiga kelas, yaitu kelas A yang berisi 2-3 buah per kilogram, kelas B yang berisi 4-5 buah per kilogram dan kelas C yang berisi lebih dari lima buah perkilogram. Belimbing kelas A dan B dijual ke supplier sedangkan belimbing kelas C dijual ke pedagang pengecer tradisional dan toko buah. Biaya yang dikeluarkan oleh pedagang besar dalam pemasaran belimbing meliputi biaya pengemasan, sortasi, penyimpanan, sewa tempat, retribusi dan bonkar muat. Penanggungan resiko yang dilakukan terutama saat pengangkutan belimbing dan pengemasan. Informasi pasar yang dilakukan berupa pencarian informasi harga ke tengkulak dan selera pasar yang dikehendaki supplier.
o Supplier
Terdapat dua supplier di Kota Depok yaitu CV. Prima Jaya yang berada di Kecamatan Pancoran Mas dan CV. Buana Agro Sukses di Kecamatan Cimanggis. Supplier ini melakukan fungsi pemasaran yaitu fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa pengangkutan serta fungsi fasilitas berupa standarisasi, pembiayaan, penanggungan resiko, dan informasi pasar. Supplier ini melakukan fungsi pengangkutan belimbing dari gudang pasar moderen, dari gudang pasar moderen didistribusikan ke swalayan-swalayan. Supplier tidak melakukan penyimpanan. Penyimpanan belimbing baru dilakukan setelah di sawalayan-swalayan. Supplier memberikan standarisasi belimbing yang dipesannya, yaitu dari segi ukuran, berat dan kematangan buah. Pembiayaan yang dilakukan berupa biaya bonkar muat, biaya retribusi, biaya sortasi, dan biaya trasportasi. Fungsi penanggungan resiko yang dilakukan seperti belimbing yang tidak laku terjual, tidak terpenuhinya pasokan belimbing dari Puskop dan selera konsumen yang berubah. Informasi pasar penting dilakukan untuk menjaga kepercayaan konsumen.
o Pedagang Pengecer
Pedagang pengecer yang menjadi responden berjumlah dua orang yang berasal dari toko buah Fress-e dan pedagang tradisional di pasar Depok 1. Pedagang pengecer tersebut melakukan fungsi pemasaran diantaranya fungsi pertukaran berupa kegiatan pembeliandan penjulan. Toko fress-e membeli belimbing hanya dari Puskop, pembelian dilakukan secara kredit dengan kontrak yang disepakati bersama. Toko buah fress-e hanya
memesan kepada Puskop kemudian belimbing dikirim toko tersebut. Sedangkan pedagang pengecer tradisional membeli belimbing dari pedagang besar dan dari petani langsung dengan sistem pembayaran secara tunai. Pedagang pengecer tradisional membeli belimbing setiap hari ke pedagang besar. Pedagang pengecer tradisisonal umumnya mendatangi langsung ke kios pedagang besar di pasar induk maupun pasar minggu. Pedagang pengecer yang membeli belimbing dari petani biasanya diantarkan langsung oleh petani ke kios pedagang pengecer, hal ini umumnya dilakukan pada pembelian dalam jumlah kecil.
D. Analisis Struktur Pasar
Produsen dan konsumen yang terlibat dalam proses pemasaran suatu komoditi harus mengetahui dan memahami struktur pasar agar pelaku pasar dapat bertindak secara efisien dalam pemasaran. Faktor yang menentukan struktur pasar adalah jumlah pembeli dan penjual yang terlibat, sifat produk yang dipasarkan, kondisi untuk keluar masuk pasar dan informasi pasar berupa biaya, harga dan kondisi pasar.
Tabel 6. Struktur pasar Belimbing Dewa dilihat dari sisi pembeli dan penjual di Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok Tahun 2008.
No. Karakteristik Lembaga
Petani Tengkulak Puskop Ped.besar supplier Ped.pengecer
1. Jumlah pembeli Banyak Banyak Banyak Banyak Banyak Banyak
2. Jumlah penjual Banyak sedikit Satu Sedikit Sedikit Banyak
3. Hambatan keluar/masuk pasar Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
4. Sifat Produk homogen Homogen Homogen Heterogen Heterogen Heterogen
5. Pengetahuan Informasi Pasar Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah
Struktur Pasar Oligopoly Oligopoly Oligopoly Oligopoly Ologopoly Diferensiasi Persaingan monopolistic
E. Analisis Perilaku Pasar
Analisis perilaku pasar Belimbing Dewa dapat diketahui dengan mengamati praktek pembelian dan penjualan, sistem penentuan harga serta kerjasama diantara lembaga tataniaga.
o Praktek Pembelian dan Penjualan serta Sistem Penentuan Harga di Tingkat Petani
Petani menjual belimbing kepada tengkulak ataupun Puskop langsung dari kebun milik petani, sedangkan penjualan ke pedagang pengecer dilakukan di tempat pedagang pengecer (pasar tradisional). Sebagian besar petani (52,5 persen dari total petani responden) menjual belimbing ke tengkulak. Sistem penentuan harga belimbing antara petani dan tengkulak dilakukan dengan cara tawarmenawar, namun petani tidak memiliki kekuasaan untuk menentukan harga, karena petani hanya sebagai penerima harga. Pembayaran dari tengkulak ke petani dilakukan secara berangsur selama satu minggu dalam dua kali pembayaran. Harga yang ditetapkan tengkulak berdasarkan ukuran dan bentuk, belimbing yang berukuran besar akan dihitung per kilogram yaitu sekitar Rp5.000-Rp.6.000/Kg, sedangkan buah yang berukuran sedang dan bentuknya kurang bagus dihargai Rp50.000/keranjang. Keranjang tersebut berdiameter setengah meter dengan muatan berkapasitas 25-30 Kg atau sekitar 150-200 buah belimbing. Petani yang
menjual belimbing ke puskop, penentuan harga dilakukan secara negosiasi, di sini petani sebagai anggota koperasi memiliki posisi tawar yang kuat. Petani yang langsung menjual ke pedagang pengecer, sistem penentuan harga dilakukan secara negosiasi, biasanya harga sudah di negosiasikan sebelum belimbing di antar oleh petani ke kios pedagang pengecer. Pembayaran yang dilakukan pedagang pengecer adalah tunai.
o Praktek Pembelian dan Penjualan serta Sistem Penentuan Harga di Tingkat Pedagang Pengumpul (Tengkulak)
Tengkulak melakukan pembelian belimbing langsung dari kebun petani, dalam hal ini posisi tengkulak kuat dalam menentukan harga pembelian. Pembayaran belimbing ke petani dilakuan secara berangsur selama satu minggu dalam dua kali pembayaran. Penjualan ditujukan ke pedagang besar dan supplier. Harga belimbing di tingkat tengkulak ditentukan oleh pedagang besar berdasarkan harga yang berlaku di pasar. Sistem penentuan harga antara tengkulak dengan petani dilakukan dengan tawar-menawar walaupun keputusan akhirnya seringkali diputuskan oleh tengkulak. Pembayaran belimbing oleh tengkulak ke petani dilakukan secara berangsur dalam waktu satu minggu dengan dua kali pembayaran. Sistem penentuan harga antara tengkulak dengan pedagang besar dilakukan secara tawarmenawar. Sistem pembayaran belimbing dari pedagang besar ke tengkulak dilakukan secara tunai.
o Praktek Pembelian dan Penjualan serta Sistem Penentuan Harga di Tingkat Pusat Koperasi Belimbing Dewa
Pembelian dilakukan langsung di kebun petani, dimaksudkan agar kesegaran tetap terjaga. Belimbing yang dibeli dari petani akan dikelompokkan kedalam kelas A, B, dan C berdasarkan berat dan bentuk. Grade A berbobot diatas 250 gram dibeli dari petani dengan harga Rp6.000-Rp.7.000/Kg dan di jual dengan harga Rp 9.000/Kg; grade B berbobot 150-250 gram, dibeli dari petani dengan harga Rp5.000-Rp.6.000/Kg dan dijual oleh Puskop seharga Rp8.000/Kg dan ; grade C kurang dari 150 gram atau buah cacat dibeli dengan harga Rp.4.000/Kg dan dijual dengan harga Rp 5.000/Kg. Pembelian belimbing ke petani dilakukan secara tunai oleh koperasi, yaitu setelah Puskop melakukan grading, petani kemudian akan diberikan faktur penjualan yang berisi berapa jumlah belimbing masing-masing grade dan faktor koreksi grade (yang dilakukan oleh petani dengan yang dilakukan Puskop) yang pada akhirnya akan menentukan berapa jumlah uang yang diterima petani. Grade A dan B akan di jual ke supplier dan toko buah, sedangkan grade C akan di jual ke usaha pengolahan belimbing. Penjualan utama belimbing ditujukan ke supplier. Puskop yang mendapat pesanan dari supplier akan langsung membeli belimbing ke petani dan pada hari yang sama setelah dilakukan pengemasan langsung diantarkan ke gudang milik
supplier. Sistem penentuan harga antara supplier dengan Puskop dilakukan dengan sepihak, artinya puskop menerima harga sesuai dengan ketentuan supplier. Pembayaran belimbing oleh supplier ke koperasi dilakukan secara tunai dengan kontrak kerjasama yang telah disepakati. Sistem penentuan harga antara Puskop dengan pedagang pengecer dilakukan secara negosiasi. Sistem pembayaran belimbing dari pedagang pengecer ke Puskop dilakukan secara berangsur.
o Praktek Pembelian dan Penjualan serta Sistem Penentuan Harga di Tingkat Pedagang Besar
Pembelian belimbing dari tengkulak oleh pedagang besar dilakukan melalui pesanan lewat telepon dan penyerahannya dilakukan di tempat pedagang besar (pasar). Sehingga biaya pengangkutan ditanggung oleh tengkulak. Pembelian dilakuan secara tunai (pedagang pasar induk) dan tidak tunai (pedagang pasar minggu) atau ada selang waktu beberapa hari. Belimbing yang sudah dibeli kemudian di jual ke pedagang pengecer dan supplier. Penentuan harga yang terjadi antara pedagang besar dengan pedagang pengecer dilakukan secara tawar-menawar. Sistem pembayaran pedagang pengecer ke pedagang besar dilakukan secara tunai. Sistem penentuan harga yang terjadi antara pedagang besar dengan supplier dilakukan secara sepihak, artinya pedagang besar menerima harga yang ditetapkan oleh supplier. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh supplier ke pedagang besar secara tunai.
o Praktek Pembelian dan Penjualan serta Sistem Penentuan Harga di Tingkat Supplier
Pembelian dilakukan secara tunai, supplier akan memesan kepada Puskop maupun pedagang besar, setelah itu supplier akan memberikan faktur pembelian. Belimbing yang cacat akibat resiko selama pengangkutan akan dikembalikan oleh supplier. Dalam pembelian belimbing, supplier menetapkan standarisasi tertentu terhadap belimbing yang akan dibeli. Penjualan yang dilakukan CV. Prima Jaya adalah ke beberapa gudang-gudang swalayan di Jabodetabek. Sistem penentuan harga antara supplier dengan pedagang besar dan Puskop dilakukan dengan sepihak, artinya pedagang besar dan Puskop menerima harga sesuai dengan ketentuan supplier. Pembayaran belimbing oleh supplier ke pedagang besar dan Puskop dilakukan secara tunai dengan kontrak kerjasama yang telah disepakati. Sistem penentuan harga antara supplier dengan pedagang pengecer moderen (swalayan) dilakukan secara negosiasi. Sistem pembayaran belimbing dari swalayan ke supplier dilakukan kredit.
o Praktek Pembelian dan Penjualan serta Sistem Penentuan Harga di Tingkat Pedagang Pengecer
Pedagang pengecer yang menjadi responden terdiri dari pedagang pengecer tradisional dan toko buah. Pedagang pengecer tradisional mendapatkan belimbing dari pedangang besar dan petani belimbing. Pembelian dari petani diantar langsung oleh petani sehingga pedagang pengecer tradisional tidak mengeluarkan biaya angkut. Pembelian belimbing dari pedagang besar dilakukan dengan mendatangi kios milik pedagang besar di pasar sehingga pedagang pengecer tradisional mengeluarkan biaya angkut. Pembelian belimbing dari pedagang pengecer toko buah ke Puskop melalui pesanan yang diantarkan oleh Puskop, sehingga pedagang pengecer toko buah tidak mengeluarkan biaya angkut. Pedagang pengecer tradisional melakukan pembelian secara tunai baik ke petani maupun ke Puskop dan pedagang besar. Sedangkan responden pedagang pengecer yang berasal dari toko buah membeli belimbing hanya dari Puskop. Bagi pedagang pengecer (toko buah) pembelian kepada Puskop dilakukan secara kredit dengan kontrak penjualan yang telah disepakati bersama. Misalkan dalam satu minggu Puskop mengirim sebanyak tiga kali (Senin-Rabu-Jumat), maka took buah akan membayar pembelian hari Senin di hari Rabu dan pembelian di hari Rabu di bayar pada hari Jumat, demikian seterusnya. Sistem penentuan harga antara pedagang pengecer dengan Puskop dan pedagang besar dilakuan secara negosiasi.
F. Margin Pemasaran
Marjin pemasaran merupakan selisih antara harga jual dan harga beli pada setiap lembaga pemasaran. Total marjin pemasaran merupakan penjumlahan 143 seluruh biaya pemasaran dengan keuntungan yang diambil oleh lembaga pemasaran. Marjin pemasaran terdiri dari dua komponen yaitu biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran. Biaya pemasaran Belimbing Dewa terdiri dari biaya panen, pengangkutan, sortasi, pengemasan, retribusi, bonkar muat, sewa tempat, penyusutan, dan penyimpanan. Pada saluran pemasaran satu, biaya pemasaran yang dikeluarkan terdiri dari biaya pengangkutan Rp350/Kg, pengemasan Rp180/Kg, bonkar muat Rp100/Kg, sortasi Rp.140, sewa tempat Rp85, retribusi Rp150/Kg, penyimpanan Rp60/Kg, dan penyusutan Rp233/Kg, sehingga total biaya pemasaran berjumlah Rp1.298/Kg . Biaya pemasaran terbesar ditanggung oleh pedagang pengecer sebesar Rp633/Kg dan keuntungan dan marjin pemasaran terbesar terdapat pada pedagang pengecer yaitu sebesar Rp2.367/Kg dan sebesar 27,27 persen (Tabel 7). Pada saluran pemasaran ke dua, biaya pemasaran yang dikeluarkan terdiri dari biaya pengangkutan Rp595/Kg, pengemasan Rp560/Kg, bonkar muat Rp175/Kg, sortasi Rp340, sewa tempat Rp325, retribusi Rp400/Kg, penyimpanan Rp60/Kg, dan penyusutan Rp240/Kg, sehingga total biaya pemasaran berjumlah Rp2.695/Kg . Biaya pemasaran terbesar ditanggung oleh pedagang pengecer pasar moderen (swalayan) sebesar Rp925/Kg Keuntungan dan marjin pemasaran terbesar diperoleh supplier masing-masing sebesar Rp2.955/Kg dan 23,33 persen (Tabel 7). Pada saluran pemasaran ke tiga, biaya pemasaran yang dikeluarkan terdiri dari biaya panen Rp300/Kg, biaya pengangkutan Rp200/Kg, pengemasan Rp120/Kg, sortasi Rp70/Kg, sewa tempat Rp.60/Kg, retribusi Rp100/Kg, penyimpanan Rp30/Kg, dan penyusutan Rp233/Kg, sehingga total biaya pemasaran berjumlah Rp1.113/Kg. Biaya pemasaran terbesar ditanggung oleh petani sebesar Rp.630/Kg dan keuntungan terbesar diperoleh pedagang pengecer sebesar Rp4.517/Kg. Marjin pemasaran pedagang pengecer sebesar 45,45 persen . Pada saluran pemasaran ke empat, biaya pemasaran yang dikeluarkan terdiri dari biaya pengangkutan Rp200/Kg, pengemasan Rp500/Kg, bonkar muat Rp100/Kg, sortasi Rp70/Kg, sewa tempat Rp30/Kg, retribusi Rp15/Kg, penyimpanan Rp40/Kg, dan penyusutan Rp9/Kg, sehingga total biaya pemasaran berjumlah Rp964/Kg. Biaya pemasaran terbesar ditanggung oleh Puskop sebesar Rp870/Kg dan keuntungan terbesar diperoleh petani sebesar Rp3.080/Kg. Nilai marjin pemasaran Puskop dan pedagang pengecer (toko buah) sama sebesar 21,74 persen Pada saluran pemasaran ke lima, biaya pemasaran yang dikeluarkan terdiri dari biaya pengangkutan Rp445/Kg, pengemasan Rp500/Kg, bonkar muat Rp175/Kg, sortasi Rp270/Kg, sewa tempat Rp300/Kg, retribusi Rp350/Kg, penyimpanan Rp60/Kg dan penyusutan Rp240/Kg, sehingga total biaya pemasaran berjumlah Rp.2.340/Kg (Lampiran 8). Biaya pemasaran terbesar ditanggung oleh pedagang pengecer moderen (swalayan) sebesar Rp925/Kg dan keuntungan terbesar diperoleh petani sebesar Rp3.201/Kg. Marjin pemasaran terbesar terdapat pada pedagang pengecer (swalayan) sebesar 25,93 persen (Tabel 7). Secara keseluruhan pada saluran pemasaran satu sampai lima, total biaya pemasaran tertinggi terdapat pada saluran pemasaran dua sebesar Rp2.695/Kg dan terbesar digunakan untuk biaya pengemasan sebesar Rp500 (21 persen dari total biaya pengemasan). Besarnya marjin pemasaran pada setiap lembaga pemasaran tidak sama untuk setiap saluran pemasaran yang dilaluinya. Perbedaan tersebut disebabkan karena biaya pemasaran yang dikeluarkan dan keuntungan yang diperoleh masingmasing lembaga pemasaran berbeda, yang juga menyebabkan perbedaan harga penjualan. Marjin pemasaran Belimbing Dewa dianalisis berdasarkan lima pola saluran pemasaran yang terbentuk. Rincian harga jual produsen dan marjin pemasaran Belimbing Dewa masing-masing lembaga pada setiap saluran pemasaran dapat di lihat pada Tabel 7. Berdasarkan analisis marjin pemasaran pada Tabel 7 saluran pemasaran dua adalah merupakan saluran pemasaran yang memiliki total marjin terbesar dibandingkan saluran pemasaran lainnya yaitu sebesar Rp10.000/Kg atau sebesar 66,67 persen. Jika dilihat dari analisis marjin pemasaran maka saluran pemasaran empat merupakan saluran yang efisien karena memiliki total marjin pemasaran terkecil sebesar Rp5000/Kg (43,48 persen). Hal ini disebabkan karena volume penjualan melalui saluran lebih besar diantara saluran pemasaran lainnya yaitu sebesar 59.904 Kg/panen atau sebesar 72 persen dari total volume penjualan. Distribusi marjin yang menyebar tidak merata pada setiap saluran menunjukkan bahwa pemasaran Belimbing Dewa di Kecamatan Pancoran Mas belum efisien
Tabel 7. Margin pemasaran Belimbing Dewa pada saluran 1,2,3,4 dan 5 di Kecamatan Pancoran Mas Tahun 2008
uraian Saluran pemasaran
1 2 3 4 5
Nilai (Rp/kg) % Nilai (Rp/kg) % Nilai (Rp/kg) % Nilai (Rp/kg) % Nilai (Rp/kg) %
Petani
Biaya Produksi 3.299 29,99 3.299 21,99 3.328 30,25 3.419 29,73 3.419 25,33
Biaya Pemasaran 0 0 0 0 630 5,73 0 0 0 0
Keutungan 1.701 15,46 1.701 11,34 2.042 18,56 3.081 26,79 3.081 22,82
Harga Jual 5.000 45,45 5.000 33,33 6.000 54,55 6.500 56,52 6.500 48,15
Pedagang Pengumpul
Harga Beli 5.000 45,45 5.000 33,33
Biaya Pemasaran 330 3,00 330 2,20
Keuntungan 1.670 15,18 1.670 11,13
Marjin 2.000 18,18 2.000 13,33
Harga Jual 7.000 63,64 7.000 46,67
Puskop
Harga Beli 6.500 56,52 6.500 48.15
Biaya Pemasaran 870 7,57 870 6,44
Keuntungan 1.630 14,17 1.130 8,37
Marjin 2.500 21,74 2000 14,81
Harga Jual 9.000 78,26 8.500 62,96
Pedagang Besar
Harga Beli 7.000 63,64 7.000 46,67
Biaya Pemasaran 335 3,05 895 5,97
Keuntungan 665 6,05 605 4,03
Marjin 1.000 9,09 1.500 10,00
Harga Jual 8.000 72,73 8.500 56,67
Supplier
Harga Beli 8.500 56,67 8.500 62,96
Biaya Pemasaran 545 3,63 545 4,04
Keuntungan 2.955 19,70 2.455 18,19
Marjin 3.500 23,33 3.000 22,22
Harga Jual 12.000 80,00 11.500 85,19
Pedagang Pengecer
Harga Beli 8.000 72,73 12.000 80,00 6.000 54,55 9.000 78,26 10.000 74,07
Biaya Pemasaran 633 5,75 925 6,17 483 4,39 94 0,82 925 6,85
Keuntungan 2.367 21,52 2.075 13,83 4.517 41,06 2.406 20,92 2.575 19,07
Marjin 3.000 27,27 3.000 20,00 5.000 45,45 2.500 21,74 3.500 25,93
Harga Jual 11.000 100,00 15.000 100,00 11.000 100,00 11.500 100,00 13.500 100,00
Total Biaya Pemasaran 1.298 11,80 2.695 17,97 1.113 10,12 964 8,38 2.340 17,33
Total Keuntungan 4.702 42,75 7.305 48,70 4.517 41,06 4.036 35,10 6.160 45,63
Total Marjin 6.000 54,55 10.000 66,67 5.000 45,45 5.000 43,48 8.500 62,96
G. Farmer’s Share
Farmer’s share merupakan perbandingan harga yang diterima petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir dan sering dinyatakan dalam bentuk persen. Farmer’s share berhubungan terbalik dengan marjin pemasaran, artinya semakin tinggi marjin pemasaran maka akan semakin rendah farmer’s sharenya. Besarnya bagian yang diterima petani Belimbing Dewa dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Analisis Farmer’s Share pada Saluran pemasaran Belimbing Dewa di Kecamatan Pancoran Mas Tahun 2008
Saluran Pemasaran Harga di Tingkat Petani (Rp/kg) Harga di Tingkat Konsumen (Rp/kg) Farmer’s Share (%)
I 5.000 11.000 45,45
II 5.000 15.000 33,33
III 6.000 11.000 54,55
IV 6.500 11.500 56,52
V 6.500 13.500 48,15
Farmer’s share tertinggi terdapat pada saluran pemasaran empat yaitu sebesar 56,52 persen, artinya produsen menerima harga sebesar 56,52 persen dari harga yang dibayarkan konsumen. Selain itu saluran pemasaran empat memperoleh total marjin pemasaran terkecil. Saluran dua adalah saluran yang memberikan bagian harga terkecil untuk petani sebesar 33,33 dari harga yang dibayar konsumen. Sedangkan saluran satu dan tiga dan lima masing-masing memberi memberi bagian harga untuk petani dengan selisih yang tidak jauh berbeda. Jika dinilai dari total marjin pemasaran dan farmer’s share maka saluran empat merupakan saluran pemasaran yang paling efisien, namun saluran empat belum dapat dikatakan efisien karena total keuntungannya hanya sebesar 62,93 persen, sedangkan saluran lima memiliki total keuntungan yang lebih besar yaitu 69,34 persen. Pada saluran pemasaran satu dan tiga, harga di tingkat konsumen adalah sama sebesar Rp11.000 namun bagian harga yang diterima petani lebih besar pada saluran tiga dengan selisih 3,36 persen hal ini dikarenakan harga jual di tingkat petani pada saluran tiga lebih besar dari harga jual di tingkat petani pada saluran pemasaran satu, selain itu total biaya pemasaran pada saluran pemasaran tiga lebih rendah dari total biaya di saluran pemasaran satu.
H. Permasalahan Pemasaran Belimbing Dewa
harga pasar belimbing dibayar konsumen akhir jauh lebih besar dari harga yang berlaku di tingkat petani. Perbedaan harga tersebut (marjin pemasaran) yang terjadi di khawatirkan akan merugikan petani sebagai produsen. Padahal salah satu cara memasarkan Belimbing Dewa secara efisien adalah dengan mengurangi marjin pemasaran. Besarnya selisih antara harga jual yang diterima petani dengan harga yang dibayarkan konsumen menunjukkan adanya marjin pemasaran yang sangat besar. Marjin pemasaran yang semakin besar umumnya akan menyebabkan persentase bagian harga yang diterima petani semakin kecil. Kurangnya informasi pasar menyebabkan kurangnya pengetahuan petani mengenai kondisi pasar. Hal ini mengakibatkan barganing position petani dalam menentukan harga jual belimbing Dewa menjadi lemah, sehingga petani lebih sering sebagai penerima harga. Akses permodalan yang terbatas dan kelembagaan di tingkat petani yang masih lemah seperti belum berfungsinya Asosiasi Petani Belimbing Depok (Apebede) secara maksimal menjadi kendala dalam pemasaran belimbing manis (Dinas Pertanian Kota Depok, 2008). Keberadaan Pusat Koperasi Belimbing Kota Depok diharapkan dapat meningkatkan posisi tawar petani sehingga harga di tingkat petani pun tinggi. Setiap usaha pasti mempunyai faktor-faktor pendukung maupun faktor-faktor yang melemahkan /kendala.
Demikian juga dengan usaha budidaya belimbing, kendala utama yang sering muncul dalam budidaya ini adalah lalat buah. Untuk mengatasinya biasanya dengan pembrongsongan yaitu bakal buah belimbing yang berumur 1 bulan setelah berbuah dibungkus menggunakan plastik mulsa hitam perak dengan ukuran 25 x 20 cm. Tidak perlu semua bakal buah (pentil) dibungkus, pilihlah yang bagus yaitu yang tangkainya terlihat besar dan kokoh., buahnya tidak keriput, pinggir bintangnyapun tebal (tidak tipis). Dengan demikian pemakaian mulsa dapat dihemat. Pada umumnya pentil yang kurang bagus kualitasnya digugurkan supaya nutrisi tanaman terfokus pada buah-buah yang bagus sehingga pertumbuhan tiap buahnya maksimal.
Kendala lain yang sering terjadi pada budidaya belimbing adalah kerontokan bunga dan buah. Hal ini disebabkan kekuranga unsur hara (makanan dari pupuk). Kerontokan juga bisa disebabkan oleh faktor alam seperti hujan lebat. Salah satu tips untuk mengatasinya adalah memperkuat bunga dan buah, dapat dilakukan dengan memberikan Gandasil B sejumlah 1g/liter air atau larutan NPK dengan dosis 1 g/liter air dengan cara disemprotkan ke tajuk tanaman. Penyemprotan dapat dilakuakan dengan 2 cara yaitu: setiap 2 kali /minggu selama perawatan (4 bulanan) atau diberikan setelah panen (4 bulan sekali). Pada umumnya cara kedua lebih ekonomis sehingga banyak diterapkan. Disamping itu pembongsongan yang dilakukan untuk mencegah lalat buah juga dapat membantu melindungi buah dari terpaan air dan angin pada saat hujan lebat.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemasaran Belimbing Dewa di Kecamatan Pancoran Mas terdiri dari lima saluran pemasaran. Lembaga pemasaran yang terlibat terdiri dari petani sebagai produsen, tengkulak, Puskop, pedagang besar, supplier dan pedagang pengecer. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh setiap lembaga yaitu fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa kegiatan pengemasan, pengangkutan dan penyimpanan, fungsi fasilitas berupa kegiatan standarisasi dan sortasi, fungsi pembiayaan, fungsi penanggungan resiko dan fungsi informasi pasar.
Struktur yang dihadapi petani dan tengkulak dilihat dari sisi pembeli adalah oligopoli. Struktur pasar yang dihadapi oleh Puskop dilihat dari sisi penjual adalah struktur pasar oligopoli dikarenakan jumlah penjual yang banyak dan produk yang homogen. Sedangkan struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang besar dan supplier masing-masing adalah oligopoli dan oligopoly diferensiasi. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengecer adalah persaingan monopolistik karena jumlah pembeli dan penjual yang banyak, pengetahuan pedagang pengecer yang tinggi, sulitnya untuk keluar dan masuk pasar, serta adanya diferensiasi produk. Penyebaran marjin yang tidak merata menunjukkan bahwa pemasaran yang terjadi belum efisien. Seluruh struktur pasar yang dihadapi masing-masing lembaga adalah masuk ke dalam pasar persaingan tidak sempurna. Sehingga pemasaran Belimbing Dewa di Kecamatan Pancoran Mas dapat dikatakan belum efisien, suatu pemasaran dikatakan efisien salah satunya adalah struktur pasar yang terbentuk adalah pasar persaingan sempurna. Struktur pasar yang tidak bersaing sempurna menyebabkan penyebaran marjin pemasaran yang tidak merata pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran Belimbing Dewa. Perilaku pasar secara umum dapat diketahui dengan mengamati praktek pembelian dan penjualan, sistem penentuan harga serta kerjasama diantara lembaga tataniaga. Sistem penentuan harga di tingkat Puskop, pedagang besar, supplier dan pedagang pengecer dilakukan secara tunai dan kerja sama yang terjadi antar lembaga pemasaran mencakup kontinuitas, kualitas dan ketepatan waktu dalam pemasaran Belimbing Dewa.
Berdasarkan analisis marjin pemasaran, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya menunjukkan bahwa saluran pemasaran empat adalah saluran pemasaran yang paling efisien karena memiliki nilai marjin pemasaran terendah, farmer’s share tertinggi dan juga kegiatan pemasaran pada saluran empat menguntungkan bagi setiap lembaga yang terlibat.
B. Saran
Saluran pemasaran empat dapat dijadikan alternatif saluran pemasaran yang dapat dipilih oleh setiap lembaga pemasaran, jika untuk meningkatkan pendapatan petani saluran pemasaran empat dan lima merupakan alternative saluran pemasaran yang dapat dipilih petani karena petani mendapatkan bagian terbesar pada saluran empat dan lima. Petani memerlukan suatu wadah yang tidak hanya memasarkan hasil panen tetapi juga dapat memberikan kegiatan pembinaan baik dalam hal budidaya maupun dalam hal pemasaran,
sehingga posisi tawar di tingkat petani menjadi kuat. Untuk meningkatkan efisiensi harga, para pelaku pemasaran perlu memperhatikan jumlah pesaing, informasi pasar, dan standarisasi produk. Untuk meningkatkan efisiensi operasional, beberapa kegiatan peningkatan nilai tambah seperti pengolahan belimbing dirasakan perlu agar petani dan lembaga-lembaga lain yang terlibat bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar dan resiko akan kerusakan produk yang menyebabkan penyusutan bisa dikurangi.
DAFTAR PUSTAKA

1 comment:

  1. Informasi bagus di sini, saya ingin berbagi dengan Anda semua pengalaman saya mencoba mendapatkan pinjaman untuk memperluas Bisnis Pakaian saya di Malaysia. Sangat sulit pada bisnis saya turun karena penyakit kecil saya waktu singkat maka ketika saya sembuh saya membutuhkan dana untuk mengaturnya lagi bagi saya untuk memulai jadi saya bertemu Mr Benjamin seorang petugas konsultan pinjaman di Le_Meridian Funding Service. Dia bertanya saya tentang proyek bisnis saya dan saya katakan kepadanya saya sudah memiliki One dan saya hanya perlu pinjaman 200.000,00 USD dia memberi saya formulir untuk diisi dan saya juga dia bertanya kepada saya tentang ID Valid saya dalam beberapa hari. Mereka melakukan transfer dan pinjaman saya diberikan . Saya benar-benar ingin menghargai upaya di sana juga mencoba untuk memberikan ini kepada siapa pun yang mencari pinjaman bisnis atau masalah keuangan lainnya untuk Menghubungi Layanan Pendanaan Le_Meridian Di Email: lfdsloans@lemeridianfds.com / lfdsloans@outlook.com. Ia juga tersedia di WhatsApp Contact: +1 -9893943740.

    ReplyDelete

Powered by Blogger.

About Me

Popular Posts

Recent Comments

Followers

Visitors